Rabu, 01 Maret 2017

PENGHIMPUNAN ALQURAN PADA MASA RASULULLAH SAW



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Penghimpunan Al-Qur’an bisa dikategorikan menjadi dua hal: Pertama, penghafalan Al-Qur’an, dan kedua, penulisannya huruf demi huruf, ayat demi ayat, dan surat demi surat, baik dalam lembaran-lembaran yang sudah dibukukan dalam satu mushaf.
Penghimpunan Al-Qur’an dalam sejarahnya berlangsung selama tiga periode.[1] (1) Pada masa Rasulullah SAW, (2) pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, dan (3) pada masa khalifah Utsman bin Affan RA. Masing-masing periode memiliki ciri-ciri sendiri. Periode pertama ditandai dengan penghafalan dan penulisan Al-Qur’an di atas media-media sederhana (seperti tulang dan kulit binatang, pelepah kurma, dan lain-lain. Periode kedua ditandai dengan pembukuan Al-Qur’an dalam sebuah mushaf oleh panitia tunggal Zaid bin Tsabit. Periode ketiga ditandai dengan pembukuan Al-Qur’an dalam beberapa mushaf dengan sistem penulisan yang akomodatif terhadap qiraat sab’at, yang kemudian dikirim ke beberapa wilayah untuk menjadi mushaf standar bagi umat islam.
2.      Rumusan Masalah
a.       Bagaimana sejarah penghimpunan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW?
b.      Bagaimana sejarah penghimpunan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA?
c.       Bagaimana sejarah penghimpunan Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan RA?
3.      Tujuan Penulisan
a.       Mengetahui sejarah penghimpunan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
b.      Mengetahui sejarah penghimpunan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.
c.       Mengetahui sejarah penghimpunan Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan RA.


BAB II
PEMBAHASAN
1.      Sejarah Penghimpunan Al-Qur’an pada Masa Nabi SAW
Rasulullah adalah penghafal Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber hukum. Qur’an diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat.[2] Hal itu dikarenakan umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syair-syair, dan silsilah mereka dilakukan dengan mencatat di hati mereka.
Para sahabat berlomba-lomba menghafal ayat-ayat yang diturunkan. Mereka saling membantu dan berbagi hafalan. Sehingga jumlah mereka yang hafal Qur’an tidak terhitung jumlahnya. Di antaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Sa’ad, Ibnu Mas’ud, Huzaifah, Salim Maula Abi Huzaifah, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Amru bin Ash, Abdullah bin Amru, Muawiyah, Ibnu Zubair, Abdullah bin Saib, Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah (semuanya dari kaum Muhajirin), Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, Anas bin Malik, Abu Zaid, dan lain-lain dari golongan penghafal.
Banyaknya para sahabat yang hafal Qur’an tidaklah mengherankan karena pertama, secara tradisi mereka sudah terbiasa dan terlatih menghafal, terutama menghafal syair-syair dan garis keturunan. Kedua, mereka sangat mencintai Qur’an. Ketiga, fasilitas tulis-menulis masih sangat terbatas.[3]
Media yang dipakai kala itu memang sederhana sekali, bahkan seadanya, mengingat fasilitas yang sanagat terbatas. Misalnya pelepah kurma, batu tipis, kulit binatang, daun kering, dan lain-lain. Penulisan kala itu mencakup Al-Ahruf As-Sa’bah sebagaimana Qur’an diturunkan, mencakup yang dinasakh tilawahnya (mansukh at-tilawah), sebagian hanya berdasarkan urutan surat dan ayat dan tidak terkumpul dalam mushaf atau suhuf.
Sekali pun ayat-ayat yang turun dituliskan oleh para penulis wahyu, tetapi yang menjadi acuan utama dalam transfer Qur’an dari Rasul kepada sesama umat Islam bukanlah tulisan tersebut, melainkan hafalan atau periwayatan secara lisan. Faktor-faktor yang mendorong penulisan Qur’an pada masa Nabi antara lain:
a.       Memperbanyak hafalan, baik Nabi maupun sahabat
b.      Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena mengandalkan hafalan saja tidak cukup, karena di antara mereka ada yang lupa atau telah wafat. Sedangkan tulisan akan tetap terpelihara.
Sementara itu, penulisan Quran pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu tempat saja, tetapi terpisah. Hal ini dikarenakan proses turunnya Qur’an saat itu masih berlangsung, sehingga terdapat kemungkinan ayat yang turun di belakang menghapus (menasakh) redaksi atau hukum ayat yang turun sebelumnya. Juga karena adanya penertiban ayat-ayat dan surat-surat, karena sistematika penulisan Qur’an tidak disusun menurut kronologi turunnya, tapi menurut keserasian antara ayat yang satu dan ayat lain. Oleh karena itu terkadang surat yang turunnya lebih akhir berada di depan dan sebaliknya ayat yang turun awal berada di depan.
2.      Sejarah Penghimpunan Al-Qur’an pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq RA
Penghimpunan Qur’an pada masa Abu Bakar berawal dari inisiatif Umar bin Khatthab. Umar khawatir akan banyaknya para penghafal yang gugur dalam beberapa peristiwa, seperti peristiwa Yamamah dan Sumur Ma’unah. Keadaan tersebut kalau tidak segera diantisipasi dapat berakibat fatal bagi kelangsungan Islam untuk masa yang akan datang. Oleh sebab itu, Umar mengusulkan kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf. Semula Abu Bakar keberatan karena dikhawatirkan termasuk perbuatan bid’ah, sebab Rasul tidak pernah memerintahkan perbuatan tersebut. Tetapi, Umar berhasil meyakinkan Abu Bakar bahwa perbuatan tersebut hanyalah meneruskan apa yang telah dirintis oleh Rasul sendiri, karena beliau telah memerintahkan kepada para penulis wahyu agar menulis semua ayat yang turun.
Abu Bakar menganggap bahwa seseorang yang paling tepat melakukan tugas tersebut adalah Zaid bin Tsabit, karena Zaid termasuk barisan penghafal Qur’an dan sekaligus salah seorang penulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasul SAW, apalagi dia menyaksikan tahap-tahap akhir Qur’an diturunkan kepada Rasul SAW. Zaid juga terkenal cerdas, sangat wara’, amanah, dan istiqamah. Umar pun menyetujui keputusan Abu Bakar tersebut.
Seperti halnya Abu Bakar, Zaid pun semula ragu menerima tugas tersebut. Tetapi setelah diyakinkan oleh Abu Bakar, akhirnya dia bersedia melaksanakannya di bawah bimbingan Abu Bakar, Umar, dan para sahabat senior lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid mengikuti metode yang digariskan oleh Abu Bakar dan Umar, yaitu mengumpulkan Qur’an dengan tingkat akurasi tinggi dan hati-hati. Sumber yang digunakan pun tidak cukup hafalan dan catatan yang dibuat oleh Zaid sendiri, tetapi menggunakan catatan-catatan yang pernah dibuat pada zaman Rasul dan hafalan para sahabat. Setiap sumber harus dikuatkan oleh dua orang saksi yang dipercaya.[4] Kemudian tersusunlah sebuah mushaf yang dikumpulkan dengan tingkat akurasi tinggi dari sumber yang mutawatir dan diterima secara ijma’ oleh umat Islam saat itu. Ayat-ayat yang sudah dinasakh tidak lagi dituliskan. Ayat-ayat sudah disusun sesuai dengan urutannya berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW, tetapi surat demi surat belum tersusun sebagaimana mestinya.
3.      Sejarah Penghimpunan Al-Qur’an pada Masa Utsman bin Affan RA
Pengumpulan Qur’an pada masa Utsman dilatarbelakangi oleh meluasnya perbedaan pendapat di antara kaum Muslim tentang penulisan dan bacaan Qur’an yang benar, terutama setelah wilayah Khilafah Islamiyah semakin meluas ke bagian utara dan Afrika Utara. Umat Islam kala itu memiliki perbedaan dialek dalam membaca Qur’an sesuai dengan asal daerahnya. Misalnya umat Islam di Syam mengikuti bacaan Ubay bin Ka’ab, di Kufah mengikuti bacaan Abu Musa Al-Asy’ari, dan sebagainya. Perbedaan seperti itu menjadi masalah bagi sebagian umat Islam, terutama yang tidak mengerti dan tidak tahu  bahwa Qur’an diturunkan dalam beberapa versi qira’at. Kekhawatiran Utsman dapat terbaca jelas dalam pidatonya waktu itu: “Anda semua yang dekat denganku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh dariku, mereka pasti lebih berbeda lagi”. Hadits riwayat Abu Daud.
Utsman segera berinisiatif untuk membentuk tim penulisan kembali Qur’an ke dalam beberapa mushaf dengan acuan utama Mushaf Abu Bakar. Tim tersebut terdiri dari Zaid bin Tsabit sebagai ketua, dengan anggota Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Ketiga anggota berasal dari suku Quraisy, berbeda dengan Zaid yang berasal dari Madinah. Utsman mengatur komposisi tersebut karena apabila terjadi perbedaan pendapat dengan Zaid, maka masih ada tiga orang Quraisy yang memenangkan perbedaan tersebut. Hal ini dilakukan karena Qur’an diturunkan dalam logat Quraisy.
Jika mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar sudah disusun ayat demi ayat sesuai dengan urutannya yang tauqifi, tetapi surat demi suart belum disusun  sesuai dengan urutannya maka tim tersebut menyempurnakan dengan menyusun surat demi surat sesuai dengan urutannya.
Setelah pekerjaan tim selesai, Utsman mengirim mushaf-mushaf tersebut ke beberapa wilayah untuk dijadikan sebagai standar. Utsman memerintahkan agar semua mushaf milik pribadi yang berbeda dengan mushaf miliknya harus dibakar, jika gagal dalam menghapuskan mushaf-mushaf ini maka dapat memicu munculnya perselisihan kembali.[5]


BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Penghimpunan Al-Qur’an dalam sejarahnya berlangsung selama tiga periode. Pertama, pada masa Rasulullah SAW, kedua pada masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, dan ketiga pada masa khalifah Utsman bin Affan RA. Masing-masing periode memiliki ciri-ciri sendiri.
Dengan memahami keperluan dokumentasi tiap ayat, masyarakat Muslim yang telah mencapai urutan huffaz telah membuat sistem hafalan sebagai penangkal pengaruh yang merusak. Pada periode Mekkah dengan laju penindasan yang  begitu kuat, tidak mampu memusnahkan Qur’an yang pada akhirnya umat Islam menikmati kemajuan Madinah, baik yang bisa membaca maupun yang buta huruf dapat mengambil bagian dalam menghafal Qur’an. Di tengah mereka tinggal Rasul terakhir yang mendiktekan, menjelaskan, menyusun ayat melalui inspirasi ketuhanan dengan status privilege (hak istimewa), semua ayat di dalamnya menjadi sempurna.
Pengabdian Abu Bakar terhadap Qur’an pun sangat mengagumkan, beliau sangat memperhatikan instruksinya tentang dua saksi untuk membangun otentisitas dan mempraktikkan ini dalam kompilasi Qur’an itu sendiri. Alhasil, walaupun ditulis di atas kertas yang tidak sempurna, hal ini menunjukkan bahwa keikhlasan dalam usahanya untuk memelihara Qur’an.
Usaha Utsman yang sungguh-sungguh jelas tampak berhasil dan dilihat dari dua cara: pertama, tidak ada mushaf di provinsi Muslim kecuali Mushaf Utsmani yang telah menyerap ke darah daging mereka; kedua, mushaf atau kerangka teksnya dalam jangka waktu empat belas abad tidak bisa dirusak. Sampai hari ini terdapat banyak mushaf yang dinisbatkan langsung kepada Utsman, artinya bahwa mushaf-mushaf tersebut asli atau salinan resmi dari yang asli.


DAFTAR PUSTAKA
            Al-A’zami, Muhammad Mustafa. 2005. The History: The Qur’anic Text from Revelation to Compilation. Jakarta: Gema Insani Press
            Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2013. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa
            Ilyas, Yunahar. 2013. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Itqan Publishing.


[1]Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Itqan Publishing), hlm 81.
[2] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa), hlm 179-180.
[3] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Itqan Publishing), hlm 84.
[4] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Itqan Publishing), hlm 87.
[5] Muhammad Mustafa Al-A’zami, The History: The Qur’anic Text from Revelation to Compilation, (Jakarta: Gema Insani Press), hlm 108.

1 komentar:

  1. Do you understand there is a 12 word phrase you can tell your partner... that will trigger intense emotions of love and impulsive attractiveness to you deep within his chest?

    That's because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, cherish and protect you with his entire heart...

    12 Words That Fuel A Man's Desire Response

    This instinct is so built-in to a man's genetics that it will make him work better than ever before to do his best at looking after your relationship.

    In fact, triggering this influential instinct is absolutely essential to getting the best ever relationship with your man that as soon as you send your man one of the "Secret Signals"...

    ...You will soon notice him open his soul and mind for you in a way he haven't experienced before and he'll distinguish you as the only woman in the galaxy who has ever truly fascinated him.

    BalasHapus